Kesehatan
Kembali MBG Package Memakan Korban di Bandung
Risiko kesehatan yang mencolok muncul saat program MBG menghadapi kecaman setelah wabah keracunan makanan di Bandung, menimbulkan pertanyaan mendesak tentang keselamatan siswa. Apa yang akan terjadi selanjutnya?

Seiring menyebarnya berita tentang insiden keracunan makanan massal yang baru-baru ini terjadi, kita tak bisa tidak bertanya-tanya bagaimana sebuah program yang dirancang untuk memberi asupan gizi kepada siswa, seperti inisiatif Makan Bergizi Gratis (MBG), bisa berujung pada konsekuensi yang mengkhawatirkan seperti ini. Pada 29 April 2025, sebanyak 342 siswa di SMPN 35 Bandung jatuh sakit hanya beberapa jam setelah mengonsumsi makanan yang meliputi makaroni, ikan kakap, sayuran, tempe dengan saus barbeque, dan melon. Gejala yang muncul—diare, mual, dan muntah—terlihat muncul dengan cepat, menimbulkan pertanyaan tentang praktik keamanan makanan dalam program tersebut.
Sebelum para siswa mengonsumsi makanannya, banyak dari mereka melaporkan adanya bau tidak sedap, yang seharusnya menjadi tanda bahaya yang tidak boleh diabaikan. Insiden ini bukanlah kejadian yang terisolasi; sebelumnya juga terjadi di Cianjur dan Tasikmalaya, yang secara kolektif mempengaruhi 507 siswa. Saat kita merenungkan peristiwa ini, kita harus bertanya: apa yang salah? Apakah pengawasan yang lebih baik atau protokol keamanan makanan yang lebih ketat dapat mencegah hal ini terjadi?
Pejabat kesehatan dari Dinas Kesehatan Kota Bandung (Dinkes) kini sedang menyelidiki situasi ini, mengumpulkan sampel makanan untuk diuji di laboratorium guna menemukan sumber kontaminasi. Kita pun bertanya-tanya apakah langkah-langkah ini cukup untuk memastikan keamanan makanan bagi siswa di masa depan. Bagaimanapun, program MBG dibentuk untuk mendukung kesehatan siswa, namun tampaknya justru berbalik menjadi penyebab masalah.
Bagi banyak dari kita, inisiatif MBG mewakili harapan—kesempatan bagi anak-anak untuk mendapatkan makanan bergizi. Namun, harapan ini telah tertutup oleh ketakutan dan ketidakpastian. Bagaimana kita bisa mempercayai sebuah program yang menyebabkan penyakit yang meluas ini? Ini menimbulkan kekhawatiran besar mengenai keseimbangan antara memberikan asupan dan memastikan standar keamanan makanan terpenuhi.
Pihak berwenang menegaskan pentingnya penerapan protokol keamanan makanan yang lebih ketat dan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap program MBG. Tetapi apa artinya semua itu bagi kita? Ini bukan sekadar menangani krisis saat ini; tetapi juga membangun lingkungan di mana kesehatan siswa didahulukan di atas segalanya.
Siswa seharusnya tidak pernah harus khawatir tentang keamanan makanan mereka, apalagi ketika makanan tersebut dimaksudkan untuk mendukung pertumbuhan dan pendidikan mereka. Saat kita menunggu hasil penyelidikan dan perbaikan yang diperlukan pada program MBG, kita harus tetap waspada.
Kesehatan siswa adalah yang paling utama, dan kita harus menuntut akuntabilitas dan transparansi dalam semua inisiatif yang bertujuan untuk memberi makan mereka. Hanya dengan begitu kita dapat mengembalikan kepercayaan kita terhadap program tersebut dan memastikan bahwa program itu benar-benar memenuhi tujuan utamanya.